Minggu, 01 Januari 2012

Kedudukan Hadits Sholat Taubat




Hadits sholat taubat

Dalam sebuah hadits diriwayatkan;
 حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ رَبِيعَةَ عَنْ أَسْمَاءَ بْنِ الْحَكَمِ الْفَزَارِيِّ قَالَ سَمِعْتُ عَلِيًّا كَرَّمَ اللَّهُ وَجْهَهُ قَالَ كُنْتُ إِذَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدِيثًا نَفَعَنِي اللَّهُ بِهِ بِمَا شَاءَ أَنْ يَنْفَعَنِي مِنْهُ وَإِذَا حَدَّثَنِي غَيْرُهُ اسْتَحْلَفْتُهُ فَإِذَا حَلَفَ لِي صَدَّقْتُهُ وَحَدَّثَنِي أَبُو بَكْرٍ وَصَدَقَ أَبُو بَكْرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ عَبْدٍ مُؤْمِنٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا فَيَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ فَيَسْتَغْفِرُ اللَّهَ تَعَالَى إِلَّا غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ثُمَّ تَلَا وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ
Artinya : Dari Aly dari Abu Bakar as-Shidiq ia berkata; Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; siapapun dari hamba yang beriman, ia melakkan sebuah dosa, kemudian ia berwhudhu’ dan ia membaguskan wudhu’nya kemudian ia sholat dua rakaat, lalu ia meminta ampun kepada Allah, maka Allah akan ampunkan dosanya. Kemudian beliau membacakan ayat; ” Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri., mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (Qs; Al-Imran 135).
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahamad dalam musnadnya :I:2,9,10. dan al-Maruzie dalam musnad Abi Bakr no. 9, 10. at-Thoyalisie : II : 78 .  Imam Tirmidzie dalam kitab us-Sholat : 409 dan kitab ut-Tafsir : 3009.   Ibnu Jarir dalam Jami’ul-Bayan 7852/7854, Ibnu Majah dalam iqamatis sholat wa sunan fiha, dengan sanad ghorib, memalui Utsman bin Abi Zur’ah, dari Aly bin Rabi’ah dari Asma’ bin al-Hakim al-Fazarie dari Aly bin Abi Tholib, dari Abu Bakr as-Shidik.
Hadits ini juga akan kita dapatkan dalam tafsir al-Thobarie, al-Qurthubie, Ibnu Katsir, dan Dur Mansur oleh imam as-Syuyutie, dalam tafsir surah Aly Imran 135.

Dirasah sanad
Dalam sanad hadits tersebut ada sedikit pembicaraan berkenaan dengan seorang rawi yang bernama  Asma’ bin al-Hakim al-Fazarie, beberapa ulama berselisih tentangnya, Imam ad-Dzahabi mentsiqotkan, Ibnu Hibban mengatakan; ia adalah seorang yang tsiqoh namun sering salah dalam meriwayatkan dengan demikian Asma’ bin al-Hakim al-Fuzarie  adalah seorang yang terdapat kelemahan pada hafalannya. Imam Bukhorie menulisnya dalam Tarikhul-Kabir dan tidak memberikan komentar (Jarh wa Ta’dil)[1], Ibnu hajr berpendapat sanad hadits ini maqbul[2] (dpt diterima) . al-Mizzie dalam tahdzibul kamal menjelaskan sebab kontroversialnya Asma’ bin al-Hakim al-Fuzarie, adalah disebabkan sediktnya ia dalam meriwayatkan hadits[3]. Imam as-Syuyutie meng-hasankan, dan Imam as-Syaukani men-shohihkanya.[4]
Hadits tersebut dapat dikatagorikan sebagai hadits mastur (mengikut pengistilahan beberapa ulama’ seperti ; Imam al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, ibn katsir dalam tafsirnya I : 242) disebabkan  salah satu diantara rowi dalam rentetan sanad hadits terebut terdapat seorang  rowi, yang namanya ditulis oleh ulama jarh wa ta’dil, namun tidak diberikan komentar, berupa jarh (celaan) ataupun ta’dil (pujian).
Para muhaditsin dan ulama’ yang menekuni ilmu rijal berbeda pendapat dalam mensikapinya. Jumhur ulama’ menerima perowi dalam bentuk yang seperti ini, mereka berhujjah dengan al-aslu baroatut-dimmah, seseorang tidak bisa dianggap lemah kecuali sudah ada bukti dan kesaksian atas kelemahannya. Jika seorang rowi ditulis oleh Ibnu ‘Adi dalam kitab jarh wa ta’dil-nya ataupun imam Bukhori dalam tarikh-nya maka diamnya dua imam tersebut adalah sebagai bentuk ta’dil (pujian)l atas rowi yang ditulisnya, sebab kebiasaan mereka adalah menulis jarh (celaan) jika memang ada pada seseorang, namun jika tidak, maka diamnya mereka adalah teranggap sebagai bentuk ta’dil[5].
Ibnu al-Qatthan manganggap kekosongan jarh atau ta’dil (dengan ditulisnya nama seorang rowi, dan tanpa diberikan komentar atasnya baik itu berupa jarh maupun ta’dil), sebagai bentuk tajhil (bentuk isyarat bahwa perowi tersebut tidak dikenal perihal dan kedudukannya).[6]
Sedangkan Ibnu Daqieq al-Ied terkadang sepakat dan mengambil jalan Ibnu al-Qothon, dan terkadang juga mengambil jalan dan sepakat dengan jumhur. Dengan berbagai pertimbangan, yakni melihat kitab para ulama’ jarkh wa ta’dil yang lainya. Maka jika seseorang masuk dalam kitab yang memuat deretan nama perowi yang dianggap tsiqot, atau tidak didapatinya nama perowi tersebut dalam kitab yang terkumpul didalamnya nama-nama orang yang lemah atau maudhu’at, maka diamnya Imam bukhori dan Ibnu Adi teranggap sebagai bentuk ta’dil[7]
Syawahid (hadits-hadits pendukung) sholat taubat
Jika kita telaah dengan seksama, maka kita akan temukan banyak syawahid mengenai dua hadits tersebut, dan diantara hadits yang ada memiliki hubungan matan yang sangat kuat, dilihat dari susunan matanya.
Terdapat hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah dan juga ad-Darimi, sebagai berikut berikut:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ      (متفق عليه)
Artinya : … (dalam hadits yang panjang) kamudian Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasalam bersabda: barang siapa yang berwudhu’ seperti wudhu’ku yang ini, lalu sholat dua rakaat, dan ia tidak bercakap-cakap antara whudhu’ dan sholatnya, maka Allah akan ampunkan dosanya.[8]
عن أمير المؤمنين عمر بن الخطاب- رضي الله عنه- عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: “ما منكم من أحد يتوضأ فيبلغ- أو فيسبغ- الوضوء، ثم يقول: أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أنّ محمداً عبده ورسوله، إلا فتحت له أبواب الجنة الثمانية، يدخل من أيها شاء”  ( رواه مسلم في صحيحه والترمذي، وزاد اللهم اجعلني من التوابين واجعلني من المتطهرين).
Artinya : dari Amirul Mu’minin umar bin al-Khatab ra. Dari Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :” barangsiapa diantara kalian yang berwudhu’ dan menyempurnakan wudhu’nya lalu mengucapkan dua kalimat syahadat, maka akan dibukakan baginya pintu-pintu surga, dan ia dipersilahkan untuk masuk dari mana yang ia suka[9]. (HSR. Muslim dan at-Tirmidzi dengan tambahan do’a sebagaimana tercantum) 
عن أمير المؤمنين عثمان بن عفان- رضي الله عنه- أنه توضأ لهم وضوء النبي صلى الله عليه وسلم ثم قال: سمعت رسول الله يقول: ” من توضأ نحو وضوئي هذا ثم صلى ركعتين لا يحدث فيهما نفسه غفر له ما تقدم من ذنبه ” (متفق عليه)
Artinya : dari amirul mu’minin Uthman bin Affan ra, sesungguhnya beliau mencontohkan kepada orang-orang bagaimana wudhu’nya nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian berkata’ “aku mendengar Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabada :” barangsiapa yang berwudhu’ seperti wudhu’ku ini kemudian sholat dua rakaat, tidak berkata kata antara wudhu’ dan sholat, maka akan Allah ampunkan dosanya.[10]  
عبد الله بن بريدة عن أبيه- رضي الله عنه- قال: أصبح رسول الله يوماً فدعا بلالاً، فقال: “يابلال بم سبقتني إلى الجنة؟ إني دخلت البارحة الجنة فسمعت خشخشتك أمامي” فقال بلال: “يا رسول الله ما أذنبت قط إلا صليت ركعتين، وما أصابني حدث قط إلا توضأت عندها. فقال رسول الله   صلى الله عليه وسلم: “بهذا“  .

Artinya : dari Abdullah bin Buraidah dari bapaknya ra, suatu hari Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pagi-pagi dan kemudian memanggil Bilal radhialloh dan bersabda ; Wahai Bilal dengan apakah engkau telah mendahului aku di sorga? Sesungguhnya aku masuk masuk ke dalam padang surga yang termat luas adan aku mendengarkan suara… mu dihadapanku. Bilal pun menjawab : wahai Rasulullah aku tidak mengumandangkan adzan kecuali aku telah sholat dua rakaat, dan jika aku mendapat hadats, aku langsung berwudhu. maka Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:” dengan ini (isayarat faham kepada masalah yang menyebabkan Bilal ….nya sudah berada disurga).[11]


Pendapat para ahli tafsir
             Kami rasa penting menyebutkan pendapat pada mufasir, sebab diantara tafsir ada yang disebut dengan tafisir bi riwayat, dalam tarsir yang demikian kita akan mendapatkan keterangan korelasi antara ayat al Qur’an dan sunnah.
            Imam Ibnu Katsir menyebut hadit yang dijadikan sandaran dalam sholat taubat dalam tafsirnya surat aliu Imran ayat :135 , dan memperkuat dengan riwayat Imam Bukhori dan Muslim sebagaimana yang kami sebutkan dalam syawahid. Demikian juga Imam as-Syaukani dalam Fath ul Qadir menyebutkan hadits tersebut dalam tafsirnya tentang surat ali Imran ayat 135. hal yang sama juga akn kita temukan dalam Dur al Mansur oleh imam as-Syuyuthi, dan at-thobari, Dll.

Pendapat para ahli fiqh
             Selain pendapat mufasir yang penting untuk diperhatikan juga adalah pendapat para ahli fiqh, sebab degan melihat berbagai istidlal yang digunakan semakin memantapkan hati kita dalam satu permasalahan.
         Syekh Abdul Qadir al Jailani memberikan judul khusus dalam al Ghunyah tetntang shalat taubat dari deretan sholat sunnah, dengan mengunakan dalil hadits yang kami sebutkan diawal.
         Ibnu Qudamah al Maqdisi dalam al Mughnie (pasal sholat taubat) menggunakan dalil riwayat Abu Bakar as Shidiq sebagaimana yang telah kami sebutkan sebagai sebagai dalil akan disyariatkannya shalat taubat. Kemudian beliau menambahkan ” dan yang paling penting adalah bahwa taubat, istighfar dan doa selalu saja teriring dalam setiap sholat. Sedangkan do’a dan permohonan ampun dengan didahului amal kebaikan seperti sholat dan bacaan al Qur an sangat diharapkan untuk dikabulkan”.
        Sayyid Sabiq dalam fiqh sunnah juga memberikan judul tersendiri tetntang shalat taubah dari deretan shalat sunnah dengan menggunakan dalil yang sama sebagaimana yang kami sebutkan diawal.
         Sedangkan DR. Wahbah Zuhaili nampak berbeda diantara yang lainnya. Dalam fiqh islami wa adillatuha yang ditulis oleh beliau mengunakan hadits berikut sebagai dasar di sunnahkanya shalat setelah berwudhu[12] :
  عن أمير المؤمنين عثمان بن عفان- رضي الله عنه- أنه توضأ لهم وضوء النبي صلى الله عليه وسلم ثم قال: سمعت رسول الله يقول: ” من توضأ نحو وضوئي هذا ثم صلى ركعتين لا يحدث فيهما نفسه غفر له ما تقدم من ذنبه ” (متفق عليه)
Artinya : dari amirul mu’minin Uthman bin Afan ra, sesungguhnya beliau mencontohkan kepada orang-orang bagaimana wudhu’nya nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian berkata’ “aku mendengar Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabada :” barangsiapa yang berwudhu’ seperti wudhu’ ku ini kemudian sholat dua rakaat, tidak berkata kata antara wudhu’ dan sholat, maka akan Allah ampunkan dosanya.[13]

[1] Tarikhul-Kabir oleh imam Bukhorie : 2 : 1 : 54
[2] Tahdzib at-Tahdzib : I : 267
[3] Tahdzibul kamal fi asma’ir rijal : II : 533
[4] Lihat al-fawaid al-majmu’ah. II: 55, dan pada foot notenya ke 3
[5] Imam Abi al-Hasanad Muhammad bin al-Hayyi al-Laknawi al-Hindie, dalam ar-Raf’u wat-Takmil fi jarh wa ta’dil, hal 230-231.
[6] Imam Abi al-Hasanad Muhammad bin al-Hayyi al-Laknawi al-Hindie.dalam ar-Raf’u wat-Takmil fi jarh wa ta’dil, hal : 231.
[7] Imam Abi al-Hasanad Muhammad bin al-Hayyi al-Laknawi al-Hindie.dalam ar-Raf’u wat-Takmil fi jarh wa ta’dil,. hal 233-234.
[8] Lihat al-Lu’lu’ wal marjan no : 130
[9] Muslim, thaharah no. 17, Ahmad, juz 4; 145, 146, 153, tirmidzi (Ibnu Hajar, Bulughul Maram, tahrij hadits oleh alBani dan Abdullah al-Bassam no. 52)  
[10] Bukhorie, Muslim, Ahmad, Abu Daud, an-Nasaie, al-Baihaqie, Ibnu Khuzaimah, Abu Awanah dalam musnadnya, ad-Darimie, al-Baghowi dalam syarkh sunnah. (Ibnu Qudamah, al-mukharor fi al- hadits, tahrij oleh Khalid Dhoif-ullah no. 34) 
[11] HR. Ahmad, at-Tirmidzie, Ibnu Khuzaimah, Ibnnu Hibban, dan al-Baghowi dalam syarkhu sunnah (Ibnu Qudamah, al-mukharor fi al- hadits, tahrij oleh Khalid Dhoif-ullah no. 58) 

[12] Wahbah Zuhaili. DR. fiqh ul islami wa adillatuha, hal 1062
[13] Sebagaimana yang kami sebutkan dalam syawahid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar